Saya pernah bertemu dua ibu. Dua-duanya pernah hidup dalam kemiskinan yang parah. Dua-duanya punya anak yang harus diberi makan. Yang satu berakhir di penjara karena ia menjadi kurir narkoba demi memberi makan anaknya. Suaminya meninggalkannya begitu saja karena ada perempuan lain. Ibu yang satu lagi berakhir "happy ending."
Ibu yang kedua adalah seorang Ibu pendeta yang baru memulai sebuah gereja di kampungnya. Tidak ada kantor yang menggaji, dan tidak ada yang bisa diharapkan dari jemaat yang hampir semuanya penjaja makanan asongan dan buruh. Tetapi ibu ini dan suaminya setia.
Suatu ketika ibu ini benar-benar tidak punya uang, padahal ia hamil dan sangat lapar. Ibu ini berdoa pada Tuhan meminta makan. Tidak kebetulan ada yayasan yang kelebihan beras. Jadilah, sekarung beras itu dibawa pulang. Ternyata setelah dibuka, setengah beras, setengahnya lagi kutu! Sambil menangis ibu ini mencuci beras, untuk dimakan.
Singkat cerita ia melalui masa-masa sulit itu dengan tegar dan berharap pada Tuhan. Kini anaknya telah kuliah, berprestasi dan mendapat beasiswa. Mereka tidak hidup mewah, tetapi semua dicukupi oleh Tuhan.
Kita semua punya kebutuhan. Ada yang butuh makan, butuh sembuh, butuh kasih sayang dll. Kadang kebutuhan itu begitu mendesak sehingga kita tidak tahan dan berpikir untuk mengambil jalan pintas seperti ibu kurir narkoba itu. Kebutuhan ibu itu nyata, anaknya lapar. Saya bersimpati padanya karena saya juga seorang ibu. Tetapi tujuan tidak menghalalkan segala cara, walaupun tujuan itu mulia.
-
Baca Artikel Menarik Lainnya :
Tanda Pertama Dari Korupsi Dalam Sebuah Masyarakat Adalah Tujuan Menghalalkan Segala Cara (Georges Bernanos)